Sabtu, 24 Mei 2014

Communication 2013 Universitas Gadjah Mada Study Trip to Surakarta!

Annyeong!
Komunikasi 2013 mengadakan study trip ke Surakarta/Solo lho. Kita berangkat dari kampus UGM tercinta pukul 07.00, tapi karena ada kemunduran jam, akhirnya kita berangkat jam 08.00.Perjalanan dari Jogja to Solo bisa dibilang sangat asyik. Kita saling bercanda dan nyanyi galau bareng-bareng. Oh iya, first destination kita adalah Lokananta. Kita sampai di Lokananta kira-kira jam 10.00-an.
Yeeeeee, Lokananta! You know Lokananta, right?


tampak depan Lokananta



Lokananta adalah studi rekaman pertama di Indonesia. Lokananta adalah peninggalan sejarah Indonesia yang masih ada sampai sekarang. Dari Lokananta, lagu-lagu daerah di Indonesia bisa di dengarkan ke seluruh pelosok negeri. Dari Lokananta pula, lahir pemusik-pemusik yang tak lekang oleh waktu nama dan karyanya. Sebut saja Waljinah, Gesang, dan pemusik sepantarannya.

Selain terkenal sebagai studio musik pertama, Lokananta dikenal pula sebagai satu-satunya pabrik piringan hitam di Indonesia. Lokananta didirikan pada tahun 1956 dan diresmikan pada tanggal 29 Oktober 1956  oleh Menteri Penerangan yang menjabat pada waktu itu, yakni Bapak R. Sudibyo. Nama Lokananta diusulkan oleh Direktur Jenderal RRI yang pada waktu itu menjabat, yakni Bapak R. Maladi. Lokananta adalah nama seperangkat gamelan dari Suralaya yang berarti gamelan yang dapat berbunyi sendiri tanpa ada yang memainkan. Pada awalnya, Lokananta berada di bawah naungan Departemen Penerangan, namun karena Departemen Penerangan dilikuidasi, Lokananta kemudian berada di bawah naungan Perum Peruri.

Bangunan Lokananta termasuk dalam kategori bangunan tua lama sederhana. Tidak seperti bayangan kalian ketika melihat studio rekaman modern seperti saat ini. Dari luar, bangunan di Lokananta mungkin tidak akan membuat kalian sebagai generasi modern tertarik. Tetapi mari kita lihat dari sisi historis dan peralatan di dalam gedung di Lokananta.

Setelah cukup memandang dari depan, kami, disuruh memasuki ruangan yang cukup besar. Mungkin sebesar auditorium SMA saya dulu. Auditorium ini luas dan besar. Serta berlapiskan kayu yang berbentuk unik disetiap sudutnya. Di depan auditorium itu ada kaca yang menghadap ke ruangan tempat merekam suara. Oh iya, auditorium itu kedap suara guys. Di ruangan besar itulah artis-artis kesayangan Indonesia berkarya.

Setelah sambutan dari pengurus Lokananta, kami diajak berkeliling ke ruangan-ruangan yang ada di Lokananta. Nah, kami masuk ke ruangan yang berisi piringan hitam, dari pidato kepresidenan, hingga musik-musik daerah, dan musik-musik era 70-80-an ada disitu.



Rak-rak penuh dengan piringan hitam bersejarah

salah satu contoh piringan hitam


Setelah memasuki ruangan yang penuh dengan piringan-piringan hitam bersejarah. Kami melanjutkan kunjungan kami dengan memasuki ruangan yang dibuat seperti museum kecil. Di dalam ruangan itu terdapat banyak alat-alat rekaman, alat pemotong pita kaset, pemutar kaset, generator tua, piringan hitam kuno, dan lain sebagainya. Alat-alat tersebut berbentuk unik dan memiliki kesan historis. Kami pun tak lupa mengambil foto di dalam ruangan itu.

reverberation

pemutar piringan hitam & model piringan hitam

patern generator

Setelah berkeliling meihat ruangan museum mini tersebut. Kami  melanjutkan kunjungan ke ruangan selanjutnya, yakni ruangan remastering. Remastering adalah proses merubah master (piringan hitam/kaset klasik/original) ke dalam bentuk digital. Jadi, semacam me-modern-kan piringan hitam guys. Yang tadinya berbentuk piringan hitam, kemudian diubah menjadi bentuk digital. Entah dalam tipe mp3, mp4, atau yang lainnya.

contoh kaset-kaset yang telah di remastering


Matahari semakin tinggi, jam makan siangpun datang. Kami serombongan akhirnya harus berpisah dengan Lokananta dan melanjutkan perjalanan Study Trip kita. Masih di kota budaya Surakarta dong tentunya. Nah, destinasi Study Trip kami yang kedua adalan Monumen Pers Nasional.

Setelah makan siang dan sholat, kami melanjutkan Study Trip ke Monumen Pers Nasional. Monumen Pers Nasional terletak di Jalan Gajah Mada nomor 59 Surakarta. Setelah Departemen Penerangan dilikuidasi, Monumen Pers Nasional kemudian berada dibawah naungan BIKN (Badan Informasi Komunikasi Nasional) dan dalam perkembangan selanjutnya, pada tahun 2002, Monumen Pers Nasional ditetapkan menjadi Unit Pelaksana Teknis (UPT) Lembaga Informasi Nasional. Monumen Pers Nasional ini bertujuan untuk melestarikan produk-produk pers nasional yang bernilai penting. Salah satu contoh tugas Monumen Pers Nasional adalah pendokumentasian koleksi bukti terbit media cetak dari seluruh Indonesia baik di masa sebelum kemerdekaan maupun masa kini.

Koleksi di Monumen Pers Nasional sangat beragam beragam guys. Ketika kita masuk ke dalam gedung utama Monumen Pers Nasional, kalian akan disambut dengan interior ruangan yang kerasa banget historisnya. Ada 10 patung-patung yang berjejer dan banyak sekali contoh-contoh koran jaman dahulu.

Di gedung yang berada disebelah kiri setelah kita masuk, kita akan menemukan ruangan yang penuh dengan barang-barang bersejarah milik para wartawan yang berjasa di jaman dahulu. Di ruangan itu juga terdapat mesin ketik tua yang dulunya digunakan untuk menulis berita. 


mesin ketik tua

kumpulan benda-benda historis

Selain ada ruang show off barang-barang berbau sejarah seperti gambar diatas, Monumen Pers Nasional juga memiliki perpustakaan di lantai dua. Selain itu saya juga mengunjungi suatu ruangan di samping musholla yang menurut saya sangat menarik. Di dalam ruangan itu terdapat papan-papan berkaca yang berisi potongan-potongan surat kabar di jaman penjajahan dulu. Potongan-potongan surat kabar itu terlihat sangat tua dan rapuh. Kertasnya sudah kecoklatan dan sobek disana sini. Bahasa tulisannya pun masih menggunakan bahasa Indonesia lama dan ada pula yang menggunakan bahasa Belanda.






Setelah meraup ilmu dan memperdalam pemahaman mengenai histori pers di Indonesia, rombongan kami pun pulang ke kota gudeg tercinta. Banyak ilmu pengetahuan yang bisa dipetik di hari Senin indah itu. Bersama COMPOSER UGM 2013, kami, khususnya aku, bisa mencicipi pengalaman belajar langsung ke tempat bersejarah yang merupakan aset penting bangsa ini. Aku bangga karena sekarang aku bisa sedikit tahu mengenai apa itu Lokananta dan apa itu Monumen Pers Nasional. Lewat Study Trip ini, Insya Allah pemahaman akan histori pers-ku akan bertambah dan semoga bisa menjadi lebih kritis dalam menghadapi isu-isu mengenai pers ataupun studio rekaman di masa yang akan datang. Terima kasih kepada dosen-dosen yang telah memberikan kesempatan untuk dapat Study Trip ke Surakarta a.k.a Solo. Semoga ilmu yang diraup dapat bermanfaat untuk dapat berkonstribusi mengembangkan Indonesia menjadi lebih baik lagi.

Selasa, 19 November 2013

Nasionalisme Era Milinium: Film "Tanah Surga.... Katanya"

Berlatarkan perbatasan antara Malaysia dan Indonesia, film "Tanah Surga..Katanya" ini mengangkat cerita mengenai kehidupan seorang bocah laki-laki yang tinggal bersama dengan adik perempuan dan kakeknya di sebuah desa di daerah perbatasan antara Malaysia dan Indonesia tepatnya di Kalimantan. Film ini menceritakan bocah laki-laki, Salman, yang hidup disebuah desa dimana di desa tersebut hanya terdapat satu-satunya sekolah dasar tempat dia dan adiknya, Salina, menimba ilmu. Kehidupan di desa itu masih sangat minim, rumah sederhana, dan kurangnya pasokan listrik. Di desa itulah Kakek Salman dan Salina hidup.

Kakek Salman dan Salina, Hasyim adalah mantan pejuang di masa awal kemerdekaan. Beliau sangat mencintai tanah air Indonesia. Setiap harinya Hasyim selalu menceritakan kisah-kisah perjuangan dan menceritakan betapa beliau mencintai Indonesia dan meminta cucu-cucunya untuk berbuat begitu juga. Salman dan Salina mempunyai seorang ayah bernama Haris yang bekerja sebagai pedagang di Malaysia. Suatu hari, Haris pulang dari kerjanya di Malaysia. Dia menawarkan kepada kedua anaknya untuk pindah ke Malaysia. Karena ekonomi disana lebih baik daripada di Indonesia. Namun, Hasyim dengan keras tidak akan meninggalkan tanah air Indonesia. Karena Hasyim tidak mau diajak pindah ke Malaysia, Salman juga bersikeras untuk tinggal menjaga kakeknya. Akhirnya, Salina-lah yang diajak pindah ke Malaysia.

Di sudut lain desa itu, datanglah seorang dokter dari Bandung, bernama Dokter Anwar. Yang di plot-plot selanjutnya diceritakan jatuh cinta dengan satu-satunya guru di satu-satunya sekolah dasar di desa itu, yakni Bu Astuti. Suatu hari, Bu Astuti hendak pergi keluar kota untuk mengambil gaji dan meminta Dokter Intel atau Dokter Anwar untuk menggantikannya mengajar di sekolah dasar. Dokter Anwar menerima tawaran Bu Astuti, kemudian dia mulai mengajar di sekolah dasar. Dia menemukan bahwa anak-anak di sekolah dasar itu tidak mengetahui tentang lagu kebangsaan Indonesia. Bahkan di desa terpencil itu, tidak ada yang mempunyai bendera merah putih. Bahkan Pak Gani, kepala dusun desa tersebut. Ternyata satu-satunya yang mempunyai bendera itu hanyalah Pak Hasyim, beliau menjaga bendera merah putih itu. Yang kemudian sang saka merah putih dipakai untuk upacara saat ada orang-orang pemerintah yang hendak berkunjung. Anak-anak sekolah dasar dipersiapkan untuk menampilkan bakat-bakat mereka.

Salman, sering tidak masuk sekolah. Dia bekerja untuk mendapatkan uang untuk berobat kakeknya. Kakek Hasyim sering sesak nafas, dan harus dibawa ke rumah sakit untuk menjalani perawatan. Namun, karena terbatas biayalah sehingga Kakek Hasyim tidak dapat pergi ke rumah sakit. Sehingga Salman harus bekerja untuk mengumpulkan uang. Dia bekerja mengantar produk Indonesia ke Malaysia. Saat dia di Malaysia, dia banyak melihat bendera-bendera Indonesia digunakan untuk alas di pasar. Sungguh sangat miris melihatnya. 
Ending di film ini adalah saat Salman, Bu Astuti, dan Dokter Anwar berusaha pergi ke rumah sakit dengan sampan, dan Kakek Hasyim meninggal ditengah perjalanan. Sebelum meninggal, Kakek Hasyim berpesan yang intinya, apapun yang terjadi jangan sampai kamu kehilangan rasa cinta kepada Indonesia.

"Tanah Surga Katanya" merupakan film yang condong kenasionalisme. Menceritakan dimanapun kita berada, bahkan di daerah perbatasan dengan negara tetangga yang merupakan musuh bebuyutan Indonesia sekalipun jangan sampai rasa cinta akan tanah airmu itu hilang. Selain menekankan pada hal nasionalisame, dalam film ini juga menyuguhkan humor dengan datangnya Dokter Anwar yang diperankan oleh Ringgo Agus Rahman. Selain komedi, di film ini juga disisipkan cerita cinta antara Dokter Anwar dan Bu Astuti. Cukup menggelikan sebenarnya. Ditambah lagi dengan salah satu anak sekolah dasar yang tambun yang lucu yang mengisi layar film ini. Film ini serius, tapi ringan dengan unsur komedinya. Mengangkat masalah yang ringan dipikiran penontonnya agar penonton tidak terlalu berat dalam mengikuti alur cerita. Film ini tidak mengangkat perseteruan antara Malaysia dan Indonesia dimana Malaysia mengklaim budaya Indonesia yang dinilai terlalu berat untuk penonton. Sehingga film ini hanya mengangkat gambaran sederhana bahwa rumput tetangga tampak lebih hijau.

Rumput tetangga memang selalu tampak lebih hijau. Tapi, apabila harus mengorbankan nasionalisme kita? Mungkin lebih baik gersang. Negeri Indonesia dikenal akan negeri yang kaya, kolam susu, katanya. Tapi, rakyatnya dilantarkan, tidak memperoleh kesejahteraan. Memang tidak mudah dalam membangun bangsa yang sejahtera, tidak semudah membalik telapak tangan. Kekayaan Indonesia memang melimpah, penduduknya banyak, daerahnya potensial. Bukan berarti pemerintah tidak melakukan yang terbaik untuk menyejahterakan penduduknya, bahkan yang di daerah perbatasan sekalipun. Dalam film ini ditekankan bahwa, memang di daerah  perbatasan sosialisasi pemerintah masih belum merata, bahkan penduduknya juga tidak mengetahui identitas bangsanya. Dan dari fenomena itu, banyak penduduk perbatasan yang lebih memilih untuk tinggal di negara tetangga. Tapi diatas itu semua, apapun yang terjadi, janganlah sampai kita kehilangan rasa cinta kepada negara kita ini.

Selasa, 22 Oktober 2013

Resume Menggugat Pers dan Negara


Tulisan Amir Effendi Siregar yang berjudul "Menggugat Pers dan Negara" berisikan opini-opini beliau mengenai keadaan pers di Indonesia. Menurut beliau, pers di Indonesia masih kurang independen. Masih banyak media-media di Indonesia yang dicampur tangani oleh para pemilik-pemiliknya. Independensi pers pun dipertanyakan. "Namun, tidak hanya kepada media saja gugatan-gugatan itu ditujukan, tetapi juga kepada negara dan pemerintah yang membiarkan pelanggaran etika dan hukum atas isi dan penguasaan media oleh segelintir orang.", ditegaskan oleh Amir Effendi Siregar di tulisannya tersebut.

Melihat kenyataan yang ada di Indonesia, memang benar. Masih banyak praktek-praktek sentralisasi dan elitisme yang terjadi di kancah media di Indonesia. Amir Effendi Siregar juga menuliskan, "Secara umum, media Indonesia masih elitis, isinya seragam, dan kepemilikannya terkonsentrasi." Menurut beliau, media di Indonesia kurang terdistribusi secara merata, selain elitis ternyata media di Indonesia juga bersifat sentralisasi. Ini dibuktikan dalam tulisan opini Amir Effendi bahwa banyak stasiun televisi khususnya stasiun televisi swasta yang baru menjangkau 78% penduduk yang 67% di antaranya memiliki akses. Sungguh memprihatinkan. TVRI sebagai stasiun televisi nasional di Indonesia diharapkan menjangkau luas dan menjadi alternatif dari banyak stasiun swasta, namun hingga saat ini belum mendapat perhatian yang layak. Malah stasiun swasta dengan konten mereka yang diorientasikan kepada penduduk urban, bersifat sangat seragam dan elitis.

Amir Effendi Siregar juga menuliskan dalam tulisannya bahwa, regulasi media di negara demokratis dibagi menjadi dua, pertama, media yang tak menggunakan wilayah publik/frekuensi seperti surat kabar dan majalah, dan yang kedua adalah media yang memakai wilayah publik/ frekuensi seperti radio dan televisi. Media cetak seperti majalah dan surat kabar, apabila tidak independen, tidak akan diberi sanksi hukum, melainkan sanksi etika dan sosial. Namun, isi media elektronik seperti radio dan televisi, yang tidak netral bisa mendapat sanksi etika, sosial, dan hukum.

Dalam tulisannya ini, Amir Effendi Siregar beropini bahwa Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebagai regulator utama harusnya lebih tegas. Terlebih mengenai soal independensi. Tak lupa pula tahun 2013-2014 ini adalah tahun politik, sudah seharusnya KPI untuk lebih tegas dalam memantau isi media agar lebih netral. Untuk kepemilikan media, Kementrian Kominfo sebagai regulator utama seharusnya tidak membiarkan konsentrasi terjadi. Kemerdekaan independensi media harus ditegakkan, netral dan tidak sentralisasi. Kalau masih saja elitis dan sentralisasi buat apa Indonesia jadi negeri demokrasi? Kapitalis dibiarkan berkembang biak semaunya.


Kamis, 10 Oktober 2013

Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada

FISIPOL, begitu singkatannya. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada ini terletak di Jalan Sosio Yustisia no.1, Bulak Sumur, Yogyakarta. Kampus ini mudah dikenali karena saat memasuki Jalan Sosio Yustisia, disebelah kiri jalan pasti akan terlihat palang bertuliskan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Kampus Fisipol terletak di sebelah barat Fakultas Hukum, sebelah utara Fakultas Ekonomi dan Bisnis, dan sebelah timur dari gedung perpustakaan pusat UGM. Kampus Fisipol juga terletak berseberangan dengan Kampus Fakultas Teknologi Pertanian UGM. Gedung Kampus Fisipol masih merupakan gedung baru. Gedung baru yang dibangun di Fisipol memiliki 5 lantai.

Kampus Fisipol UGM ini, memiliki 1 musholla. Musholla Fisipol terletak di sebelah barat daya Front Office Fisipol. Musholla Fisipol ini kecil. Satu ruangan dan masih dibagi lagi menjadi dua, untuk tempat sholat putra, dan untuk tempat sholat putri. Tempat sholat putri sedikit bau, mungkin karena jalan masuk menuju tempat sholat putri sedikit sempit dan lembab. Kampus Fisipol juga memiliki satu center, tempat dimana para mahasiswa sering berkumpul dan mengadakan kegiatan. Yakni, sanshiro. Sanshiro merupakan sebuah taman yang ditumbuhi pohon-pohon rindang. Disekelilingnya ditanami tanaman-tanaman hias pula. Di barat sanshiro, ada selasar barat. Selasar barat ini sangat luas, sejuk, dan memiliki akses wifi. Selasar barat memiliki tiang-tiang yang besar, yang nyaman untuk dijadikan sandaran para mahasiswa yang sedang bersantai, mengerjakan tugas, maupun sedang mengadakan rapat. Selasar  barat ini juga sangat sering dijadikan tempat diadakannya suatu acara atau kegiatan.

Kantin. Kampus Fisipol juga mempunyai kantin. Letaknya di sebelah selatan sanshiro. Letak kantin sangat nyaman, selain di dekat pepohohan juga karena letaknya sedikit di bawah sanshiro. Sehingga, apabila kita ingin menuju kantin, kita dapat menuruni beberapa anak tangga. Namun, sekarang ini, sangat disayangkan karena Kantin Fisipol belum beroperasi lagi. Kabar burungnya, Kantin Fisipol akan dibuka atau dioperasikan lagi beberapa bulan yang akan datang.

Fisipol juga memiliki parkiran sepeda. Parkiran sepeda terletak di sebelah timur musholla, di sebelah barat dan selatan Front Office. Parkiran sepeda di Fisipol lumayan banyak berjejer-jejer. Apabila kamu sekalian masuk ke wilayah Kampus Fisipol, setelah melewati palang FISIPOL,  kamu akan menemukan Front Office di sebelah kirimu, jalan menuju sanshiro di sebelah kananmu, dan di depanmu ada pos satpam. Pos satpam ini terletak tepat di depan Front Office. Pos satpam ini berukuran kecil dan cat dindingnya berwarna putih. Di dekat pos satpam tersedia pula parkiran untuk sepeda.

Senin, 07 Oktober 2013

Magelang, dari Harapan menjadi Sejuta Bunga

Kota Magelang. Kota Magelang terletak di Provinsi Jawa Tengah. Kota Magelang terletak di perbatasan Jawa Tengah-Yogyakarta sehingga menjadikan Kota Magelang sebagai kota yang strategis. Kota Magelang ini merupakan bagian dari Kabupaten Magelang. Kota ini terletak di dataran sedang. Cuaca di Magelang cukup dingin. Kota Magelang terletak 74 km dari Kota Semarang dan 43 km dari Kota Yogyakarta. Kota Magelang memiliki ikon khas, yakni tulisan baleho bertuliskan M-A-G-E-L-A-N-G yang terletak di alun-alun kota Magelang, serta patung Diponegoro dan Gedung 'Kompor Air' raksasa yang juga terletak di alun-alun Magelang. Dari kuliner, kota Magelang juga menyuguhkan jajanan kuliner yang khas. Jajajan kuliner ini dapat ditemui di hampir semua tempat di Magelang. Jajanan kuliner tersebut yakni, gethuk dan kupat tahu.

Dulunya, Kota Magelang dikenal dengan desa Mantyasih, yang terdapat didalam sejarah cerita kerajaan Mataram Kuno. Desa Mantyasih ini dikenal juga dengan desa perdikan, yang berarti desa bebas pajak. Desa Mantyasih kini berubah nama menjadi desa Meteseh yang berada di Magelang. Magelang berkembang dari hanya sebuah kota, kemudian menjadi ibukota Karisidenan Kedu kemudian juga menjadi ibukota Kabupaten Magelang. Namun, seiring perkembangan, ibukota Kabupaten Magelang tidak lagi Kota Magelang, melainkan Kota Mungkid. Magelang juga mengalami perubahan, dulu Magelang mempunyai slogan, yakni "Magelang Gemilang", kemudian berganti menjadi "Magelang Kota Harapan", dan perubahan terkini adalah berubah menjadi "Magelang Kota Sejuta Bunga".

Berubahnya slogan Kota Magelang yang dulunya "Magelang Gemilang" kemudian menjadi "Magelang Kota Harapan", dan menjadi "Magelang Kota Sejuta Bunga" mengakibatkan berubahnya juga tata letak kota. Di kota Magelang, sekarang ini, banyak sekali bunga-bunga yang hidup maupun bunga-bunga dari lampu yang terletak di sepanjang jalan protokol. Pemerintah melakukan ini karena untuk merealisasikan slogan baru kota Magelang yaitu "Magelang Kota Sejuta Bunga". Selain menanam bunga-bunga di sepanjang jalan, pemerintah juga membangun taman lansia yang terletak di Jalan Ahmad Yani, di depan deretan rumah dinas Kodim Magelang. Selain itu, untuk memperbarui tata letak kota juga, pemerintah juga melanjutkan pembangunan pasar rejowinangun, memperbaiki badan jalan, dan penanaman tanaman perdu berbunga di sepanjang jalan protokol. Berubahnya slogan kota Magelang, ternyata mengakibatkan berubahnya pula tata letak kota Magelang.

Di Magelang, terdapat banyak sekali jajanan kuliner. Salah satunya telah disebut di awal paragraf. Kupat tahu. Di kota ini, kupat tahu merupakan makanan khas yang keberadaannya sudah sangat menjamur. Kupat tahu dapat ditemukan dari pinggir jalan raya, hingga ke kampung-kampung dan pedesaan. Depot kupat tahu yang terkenal di Magelang adalah kupat tahu Pojok, yang terletak di depan Bank BPD Jateng Alun-Alun Magelang. Kupat tahu Pojok ini sudah terkenal sejak dulu. Banyak pendatang yang mencari kupat tahu ini. Namun, orang Magelang, khususnya saya, terkadang lebih menyukai depot kupat tahu yang terletak di Jalan Senopati dekat SMA Negeri 4 Magelang, nama depot kupat tahu ini adalah Kupat Tahu Pak Pangat. Kupat tahu ini lebih nikmat dan banyak pengunjung yang datang setiap harinya. Kupat tahu Pak Pangat ini berbeda dengan kupat tahu lainnya, karena bumbu racikan kupat tahu Pak Supangat ini spesial. Banyak kacangnya, lengkap dengan bakwan-garingnya. Dan rasanya lebih gurih dibanding kupat tahu lainnya yang terasa manis.

Kota Magelang, yang penuh harapan, indah dengan berjuta bunganya. Begitulah kota Magelang. Kota yang semakin hari semakin berkembang. Dari keterpurukan sektor ekonomi, kebakaran pasar rejowinangun yang terjadi pada tahun 2007 yang menyebabkan terganggunya mata pencaharian masyarakat pada waktu itu, hingga saat ini, mulai berdirinya hotel-hotel pencakar langit dan mall-mall yang semakin maju, diharapkan kedepannya kota Magelang menjadi kota yang maju dari segala aspek, baik aspek sosial budaya, politik, ekonomi, dan pertahanan. Selain itu, diharapkan pula peningkatan kepedulian pemerintah beserta segenap masyaraktanya untuk terus memajukan kota Magelang menjadi lebih baik. Hidup kota Magelang!

Senin, 23 September 2013

Alasan Masuk ke Komunikasi #BRIDGINGCOURSE

Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada 2013. Sungguh besar karunia-Nya telah memberikan saya kesempatan untuk dapat masuk di jurusan ini. Sesungguhnya ada beberapa alasan saya masuk di jurusan Ilmu Komunikasi ini. Yang pertama, jurusan Ilmu Komunikasi termasuk jurusan yang saat ini sedang digandrungi. Yang kedua, lulusan jurusan ini dapat bekerja hampir dimana saja dan menjadi apa saja. Yang ketiga, karena saya tidak keterima di jurusan Ilmu Hubungan Internasional. Mungkin sedikit ironi alasan ketiga saya diatas. Tetapi begitulah.
Saya adalah salah satu korban kekejaman sistem bejo-bejonan yang bernama SNMPTN Undangan. Saat mengikuti SNMPTN Undangan, saya menggunakan kesempatan saya untuk memilih Hubungan Internasional UGM, Ilmu Komunikasi UGM, Hubungan Internasional UNS, Ilmu Komunikasi UNS. Dari keempat pilihan tersebut, sungguh sayang saya tidak diterima. Sempat depresi dan mengalami stres saat itu. Kemudian saya harus move on dan akhirnya mengikuti SBMPTN.
Mengikuti SBMPTN ini, saya dihadapkan dengan banyak cobaan. Baik dari segi psikis maupun fisik. Saya dituntut untuk harus mendapat perguruan tinggi secepatnya. Orang tua saya mendaftarkan saya ke salah satu Universitas swasta yang cukup terkenal di Kota Yogyakarta. Saya harus mengikuti les-les dari pagi sampai malam selama 18 hari menjelang SBMPTN. Orang tua saya selalu memaksa dan berkata-kata yang sedikit menurunkan keberanian saya dalam menghadapi SBMPTN. Namun, Alhamdulillah dengan ridho-Nya saya dapat mengerjakan soal-soal ujian SBMPTN dan diterima di pilihan pertama yaitu, Ilmu Komunikasi.
Mengapa di SBMPTN Ilmu Komunikasi menjadi pilihan pertama saya ? Karena, orang tua saya takut apabila saya mengambil pilihan yang saya inginkan, yaitu Hubungan Internasional, dan saya tidak diterima, mereka takut saya akan depresi, kecewa, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, saya sebagai anak yang menurut dan berbakti kepada orang tua, saya pun menuruti mereka. Pernyataan ini juga dapat dijadikan alasan mengapa saya memilih masuk ke Ilmu Komunikasi.
Di jurusan Ilmu Komunikasi ini, sejujurnya saya belum menemukan kefahaman akan apa yang saya pelajari. Masih sedikit disorientation dan sedikit misunderstand dengan pelajaran atau ilmu yang saya pelajari disini. Saya masih sering diam daripada aktif bertanya di kelas Ilmu Komunikasi ini. Kenapa? karena saya masih belum paham dan tahu pembicaraan apa ataupun topik apa yang dosen dan mahasiswa-mahasiswa aktif ajukan dan jelaskan. Hal-hal yang saya rasakan ini, terkadang membuat saya menanyakan kepada diri saya sendiri alasan apa yang membuat saya masuk ke jurusan Ilmu Komunikasi.

Tapi, disetiap keraguan pasti ada kepastian. Setiap hal yang terjadi di diri kita, di hidup kita, pasti ada manfaat dan kerugiannya masing-masing. Tuhan Yang Maha Esa juga tidak mungkin memberikan cobaan kepada hamba-Nya melebihi kekuatan hamba-Nya. Selama saya “galau” mempertanyakan kembali alasan saya masuk di jurusan Ilmu Komunikasi, saya selalu mencoba untuk mengingatkan diri sendiri bahwa tidak mudah untuk masuk di jurusan Ilmu Komunikasi, terlebih jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada yang ternama di Indonesia. Pasti ada alasan pula mengapa saya tidak diterima melalui SNMPTN Undangan melainkan SBMPTN. Namun sekali lagi, semua itu sudah ada yang mengatur. Ada Yang Diatas yang sudah merencanakan ini semua kepada kita. Sampai saat ini, saya percaya. Mengapa saya masuk ke Ilmu Komunikasi UGM? Apa alasannya? Saya pun akan menjawab, everything happens for a reason, if you’re busy chasing the one when God has a million reasons for it. Why not just accept it and live with it ? Remember, right ? Everything happens for a reason J