Selasa, 22 Oktober 2013

Resume Menggugat Pers dan Negara


Tulisan Amir Effendi Siregar yang berjudul "Menggugat Pers dan Negara" berisikan opini-opini beliau mengenai keadaan pers di Indonesia. Menurut beliau, pers di Indonesia masih kurang independen. Masih banyak media-media di Indonesia yang dicampur tangani oleh para pemilik-pemiliknya. Independensi pers pun dipertanyakan. "Namun, tidak hanya kepada media saja gugatan-gugatan itu ditujukan, tetapi juga kepada negara dan pemerintah yang membiarkan pelanggaran etika dan hukum atas isi dan penguasaan media oleh segelintir orang.", ditegaskan oleh Amir Effendi Siregar di tulisannya tersebut.

Melihat kenyataan yang ada di Indonesia, memang benar. Masih banyak praktek-praktek sentralisasi dan elitisme yang terjadi di kancah media di Indonesia. Amir Effendi Siregar juga menuliskan, "Secara umum, media Indonesia masih elitis, isinya seragam, dan kepemilikannya terkonsentrasi." Menurut beliau, media di Indonesia kurang terdistribusi secara merata, selain elitis ternyata media di Indonesia juga bersifat sentralisasi. Ini dibuktikan dalam tulisan opini Amir Effendi bahwa banyak stasiun televisi khususnya stasiun televisi swasta yang baru menjangkau 78% penduduk yang 67% di antaranya memiliki akses. Sungguh memprihatinkan. TVRI sebagai stasiun televisi nasional di Indonesia diharapkan menjangkau luas dan menjadi alternatif dari banyak stasiun swasta, namun hingga saat ini belum mendapat perhatian yang layak. Malah stasiun swasta dengan konten mereka yang diorientasikan kepada penduduk urban, bersifat sangat seragam dan elitis.

Amir Effendi Siregar juga menuliskan dalam tulisannya bahwa, regulasi media di negara demokratis dibagi menjadi dua, pertama, media yang tak menggunakan wilayah publik/frekuensi seperti surat kabar dan majalah, dan yang kedua adalah media yang memakai wilayah publik/ frekuensi seperti radio dan televisi. Media cetak seperti majalah dan surat kabar, apabila tidak independen, tidak akan diberi sanksi hukum, melainkan sanksi etika dan sosial. Namun, isi media elektronik seperti radio dan televisi, yang tidak netral bisa mendapat sanksi etika, sosial, dan hukum.

Dalam tulisannya ini, Amir Effendi Siregar beropini bahwa Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebagai regulator utama harusnya lebih tegas. Terlebih mengenai soal independensi. Tak lupa pula tahun 2013-2014 ini adalah tahun politik, sudah seharusnya KPI untuk lebih tegas dalam memantau isi media agar lebih netral. Untuk kepemilikan media, Kementrian Kominfo sebagai regulator utama seharusnya tidak membiarkan konsentrasi terjadi. Kemerdekaan independensi media harus ditegakkan, netral dan tidak sentralisasi. Kalau masih saja elitis dan sentralisasi buat apa Indonesia jadi negeri demokrasi? Kapitalis dibiarkan berkembang biak semaunya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar